Jumat, 01 September 2017

Memahami Hutang dan Uang

Tulisan diambil dari salah satu catatan lepas di FB Arip Supriyadi, semoga bermanfaat

Apa iya hutang Negara yang semakin besar akan menjadi ancaman

Sebagai seorang Yang pernah kuliah ekonomi apalagi pernah ngantor di bank Mencoba. Memahami APBN secara sederha

Penghasilan Pak Dulah sebagai staff honorer sebulan Rp.2.500.000.  Dengan penghasilan sebesar itu pak Dulah harus menghidupi biaya rumah tangga dengan satu anak.  Pengeluaran sebulan setelah di hitung mencapai Rp. 3.000.000. Artinya defisit sebesar Rp. 500.000.

Pengeluaran itu terdiri dari biaya transportasi angkot per Hari 20.000 x 25 hari  total sebulan sebesar Rp. 500.000.
Biaya makan perhari 50.000 x 30 hari total  Rp. 1.500.000. Biaya kontrak rumah listrik Dan pulsa Rp. 1.000.000.
Lantas bagaimana Pak Dulah bisa bertahan hidup dengan biaya lebih besar dari pendapatan tetapnya ?

Motor itu digunakannya untuk pergi kerja. Artinya ada penghematan sebesar Rp.500.000/Bulan biaya transfortasi. Sepulang mengajar, motor itu digunakan untuk ngojek dengan penghasilan rata rata sebulan Rp. 1500.000. Kemudian di bantu istrinya , dia membuka warung depan rumah. Untuk modal ,  Dari usaha warung rumahan itu , diperoleh pendapatan rata rata sebulan Rp. 1.000.000.

Sekarang perhatikan struktur anggaran rumah tangga Pak Dulah.
Penerimaan
Gaji honorer = Rp. 2.500.000.
Pendapatan bersih dari ngojek = Rp. 1.500.000
Pendapatan dari Usaha warung = Rp. 1.000.000
Total penerimaan adalah Rp. 5.000.000

Pengeluaran
-Belanja rutin = 3.000.000
Cicilan motor =   800.000
Cicilan hutang koperasi = Rp. 300.000
Biaya bensin Dan perawatan motor =400.000
Total pengeluaran Rp. 4.500.000

Selisih  surplus antara penerimaan dan pengeluaran adalah Rp. 500.000. ini disebut dengan ruang fiskal bagi keluaga Pak Dulah. Ini bebas dia gunakan.

Tapi Pak Dulah tidak gunakan uang ini untuk konsumsi makan di mall atau piknik. Tapi ditabung untuk biaya investasi anak sekolah dan sebagian di gunakan meningkatkan modal bagi usaha rumahannya agar semakin besar peluang menghasilkan penerimaan. Juga biaya pendidikan Pak Dulah untuk kuliah lagi. Berlalunya waktu semakin besar penerimaan, maka Dulah membeli rumah agar biaya sewa tidak perlu ada lagi. Diapun memperluas usahanya menjadi pedagang kelontongan di pasar tradisional yang dibantu istrinya. Apalagi Pak Dulah sudah jadi sarjana berpeluang mendapatkan karir lebih baik.

Cerita tentang Pak Dulah ini pernah diterapkan oleh Jepang dan Korea ketika awal membangun setalah perang korea dan perang dunia kedua. Korea dan Jepang tidak punya sumber pendapatan yang bisa menutupi anggaran negaranya. Benar benar minus. Tapi AS memberikan pinjaman dalam rangka restorasi perang kepada Korea dan Jepang. PInjaman ini tidak di pakai untuk konsumsi tapi produksi dan investasi. Pemerintah berhutang lebih 300% dari PDB. Apakah akhirnya jepang dan korea bangkrut ? tidak. Malah berkat hutang dari AS itu mereka menjadi negara maju dengan tingkat pendapatan diatas rata rata negara berkembang. Artinya hutang berperan besar meningkat ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Begitu pula dengan Pak Dulah yang sukses melewati hidup yang keras berkar hutang.

***
Ada lagi cerita. Pak Somad seorang Pegawai bank swasta. Gajinya sebulan Rp. 10.000.000. Tapi pengeluaran sebesar Rp. 13.000.000. Artinya defisit sebesar Rp. 3 juta rupiah.
Defisit diatasi dengan belanja kartu kredit yang diterbitkan bank tempat dia bekerja, Somad sepakat dengan istrinya bahwa mereka akan berhutang maksimum sebesar 3 % dari total hartanya. Total hartanya Rp. 300 juta. Artinya mereka bisa berhutang maksimum sebesar Rp. 9 juta. Nah karena defisit hanya sebesar Rp. 3 juta atau 1 % dari harta maka mereka berani berhutang menutupi defisit. Tapi hutang itu tidak menyisakan ruang fiskal apapun. Karena semua hutang itu habis untuk belanja rutin.

Apa yang terjadi dari tahun ketahun hutang terus bertambah karena gali lobang tutup lobang. Akibatnya perbandingan antara hutang dengan harta mencapai 80%, Akhirnya terpaksa harta dijual untuk bayar hutang.  Mengapa sampai begitu ? karena setiap berhutang habis untuk belanja rutin. Tidak tersisa untuk produksi yang bisa meningkatkan harta.  Padahal apabila hutang bertambah namun harta produktif juga bertambah, maka rasio hutang terhadap harta tidak akan naik. Apa yang terjadi pada Somad, juga terjadi pada pemerintahan Bolivia, venezuela, Italia, Yunani. Defisit ditutupi dari hutang namun ruang fiskal sangat kecil sekali.

Katakanlah penerimaan sebesar Rp. 100 juta rupiah. Pengeluaran Rp. 120 juta. Artinya defisit sebesar Rp. 20 juta. Kalau PDB sebesar Rp, 1 miliar maka perbanding defisit terhadap PDB sebesar 2%. Ini jelas aman dibawah pagu 3% yang ditetapkan oleh UU.

Keputusan yang diambil adalah pemangkasan belanja rutin. Tapi penerimaan juga menurun karena krisis global. Memang tidak ada defisit setelah pemangkasan anggaran itu.  Tapi juga tidak ada ruang fiskal untuk ekspansi. Sementara hutang masa lalu harus terus dibayar

Nah agar bisa ekspansi maka  pos pengeluaran ditambah lagi sebesar ruang fiskal yang di inginkan agar pertumbuhan ekonomi terjadi. Dampaknya APBN jadi defisit. Defisit ini ditutupi dari hutang. Tapi semua hutang digunakan untuk investasi yang bisa memacu produksi dan peningkatan pendapatan. Apa yang terjadi ? Walau hutang bertambah tapi harta ( PDB) juga bertambah, dan rasio hutang terhadap PDB juga tidak berpengaruh significanTapi tidak ada ruang fiskal untuk produksi dan investasi yang dilakukan Jokowi untuk ekspansi. Kalau Jokowi pertahankan platform APBN seperti SBY maka tidak akan ada pembangunan insfrastruktur. Lambat namun pasti Indonesia akan terjebak hutang tanpa ada peningkatan PDB secara significant.

Kuncinya sama halnya dengan Dulah, bukan seberapa besar hutang atau rasio hutang tapi sejauh mana focus kepada produksi bukan konsumsi, Makanya kerja keras dan efisien adalah keniscayaan dan sukses akan terjadi sebagaimana sunatullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

P4S

P4S APA ITU P4S? Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) adalah: lembaga pendidikan di bidang pertanian dan perd...