Mengenal Bekatul Lebih Jauh
Bekatul (rice bran) adalah hasil samping penggilingan padi yang terdiri dari aleurone layer, seed coat, dan germ.
Bekatul dihasilkan pada saat yang bersamaan dengan dihasilkannya beras.
Setidaknya 10 persen proses penggilingan padi menjadi beras
menghasilkan produk samping berupa bekatul (Shih, 2003).
Jumlah produksi bekatul berbanding lurus
dengan produksi beras. Indonesia yang mayoritas penduduknya menjadikan
beras sebagai makanan pokok tentunya memiliki produksi bekatul yang
cukup besar. Sebagai gambaran berdasarkan data BPS, produksi padi di
Indonesia tahun 2010 mencapai 65,98 juta ton gabah kering giling.
Dengan menghitung 10 persen dari total produksi padi dapat menghasilkan
bekatul, diperkirakan ada hasil samping 6,59 juta ton bekatul.
Sangat disayangkan, sampai saat ini
pemanfaatan bekatul masih sangat terbatas, yaitu hanya sebagai pakan
ternak. Padahal, laporan penelitian menyebutkan bahwa bekatul
mengandung komponen bioaktif pangan yang bermanfaat bagi kesehatan
sehingga bekatul sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan
fungsional yang bernilai gizi dan menyehatkan.
Kandungan dan manfaat dari bekatul
Komposisi kimia bekatul sangat
bervariasi, tergantung kepada faktor agronomis padi, termasuk varietas
padi, dan proses penggilingannya. Bekatul kaya akan vitamin B kompleks
(B1, B2, B3, B5, dan B6), vitamin E (tocopherols dan tocotrienols), carotenoids, asam lemak esensial, dietary fiber, asam amino, g-oryzanol, polyphenols, mineral, dan phytosterols. Komponen-komponen bioaktif bekatul banyak terdapat pada pada bagian seed coat dan aleurone layer.
Manfaat bekatul di antaranya adalah menurunkan secara nyata kadar kolesterol darah, yaitu low density lipo-protein (LDL) cholesterol dan very low density lipo-prortein (VLDL) cholesterol, serta dapat meningkatkan kadar high density lipo-protein (HDL) pada kolesterol darah. Kemampuan bekatul dalam menurunkan kadar kolesterol disebabkan adanya kandungan g-oryzanol dan kandungan asam lemak tidak jenuh.
Manfaat lain dari bekatul adalah
kemampuannya untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan metabolisme
glukosa yang dibuktikan dengan menggunakan hewan percobaan, yang
disebut stroke-prone spontaneously hypertensive rats (SHRSP),
yaitu spesies tikus yang secara genetik mengalami hipertensi dan
hiperlipidemia. Mekanisme penurunan tekanan darah melalui penghambatan
kerja enzim angiotensin I-converting enzyme (ACE), yaitu suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan darah.
Di beberapa negara maju, khususnya di
Jepang dan Amerika Serikat, kandungan asam amino yang terdapat pada
bekatul telah ditambahkan ke dalam produk-produk kecantikan.
Produk-produk tersebut antara lain sabun mandi, pelembab dan pembersih
kulit, serta pelembab muka. Tujuan penggunannya adalah untuk menjaga dan
meningkatkan kesehatan kulit. Kandungan asam amino yang terdapat pada
bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek perlindungan
kulit. Bekatul juga mengandung asam ferulat (ferulic acid), yang
telah diketahui secara luas sebagai antioksidan dan bahan
fotoprotektif. Asam ferulat akan melindungi asam lemak melawan
kerusakan oksidasi yang disebabkan oleh berbagai jenis polutan,
peroksida, dan radikal bebas yang dibentuk selama proses metabolisme
tubuh.
Bagaimana mengetahui bekatul yang baik
Kandungan lemak pada bekatul mencapai 20
persen. Hal ini dapat menyebabkan penurunan mutu pada bekatul, yaitu
terjadinya ketengikan. Kandungan air yang terdapat di dalam bekatul
juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya proses hidrolisis lemak.
Oksidasi lemak pada bekatul dipercepat karena adanya aktivitas enzim
lipase yang menghidrolisa lemak pada bekatul menjadi asam lemak bebas
yang bersifat labil (mudah mengalami oksidasi). Kemudian rasa pahit
ditimbulkan oleh senyawa peptida hidrofobik dengan berat molekul rendah
hasil hidrolisis protein oleh enzim protease. Untuk bisa menjadikan
bekatul sebagai pangan yang berkualitas dan awet, komponen penyebab
kerusakan dari bekatul harus dihilangkan atau dihambat. Meski demikian,
komponen bioaktifnya harus tetapi dijaga agar tidak hilang atau
setidaknya dapat meminimalkan kehilangan komponen tersebut.
Pohon industri bekatul
Dengan proses stabilisasi menggunakan suhu dan waktu tertentu (pemanasan) dapat dihasilkan fiber ingredient
dan proses ekstraksi yang selanjutnya dapat menghasilkan minyak dan
bahan non-minyak. Penggunaan bekatul di luar negeri (misalnya di Jepang
dan AS) secara komersial diperoleh dengan mengekstraksi bekatul menjadi
minyak goreng. Selain itu, bekatul telah digunakan dalam industri
pangan, serta sebagai bahan baku industri farmasi dan industri
kecantikan.
Cara penyimpanan bekatul
Setelah proses stabilisasi, penyimpanan
bekatul yang awet memegang peranan penting agar bekatul tidak mudah
rusak. Kerusakan bekatul kemungkinan disebabkan oleh ketengikan akibat
terjadinya oksidasi atau hidrolisis kandungan lemak yang terdapat pada
bekatul. Dengan kandungan air berkisar antara 6-7 persen, bekatul
sebaiknya disimpan dalam tempat yang dingin dan kering sehingga tidak
mudah ditumbuhi oleh mikoorganisme perusak. Bekatul dapat disimpan dalam
kemasan plastik (contohnya polyethylene atau PE) agar memberi
perlindungan terhadap terjadinya pencemaran, kerusakan fisik, dan dapat
menahan perpindahan gas dan uap air.
Cara mengonsumsi bekatul
Tepung bekatul dapat digunakan sebagai bahan subtitusi roti, cookies, minuman
berserat, dan sereal sarapan. Untuk dijadikan sebagai penganan,
bekatul dapat dicampur dengan bahan lain pada pembuatan biskuit, kue,
dan sereal. Substitusi 10-15 persen bekatul ke dalam tepung terigu dapat
memberikan hasil yang optimal penerimaan konsumen pada produk kue
kering dan roti manis. Substitusi tepung bekatul awet sebanyak 20 persen
juga telah diaplikasikan pada produk breakfast rice bran cereal.
Pemanfaatan bekatul menjadi produk minyak bekatul (rice bran oil
atau RBO) telah lama dilakukan di beberapa negara maju, khususnya di
Jepang dan Amerika Serikat. RBO merupakan salah satu minyak yang telah
dijual di masyarakat umum. RBO terutama digunakan sebagai bahan baku
produk (makanan rigan), margarin, dan mayones.
Penulis: Ardiansyah, peneliti dalam bidang pangan di Universitas Bakrie, Jakarta,
serta alumnus Tohoku University, Jepang. Kontak:
arditpg@gmail.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar